Merajut sering diidentikkan dengan kegiatan orang tua. Namun untuk sebagian besar orang zaman sekarang, stereotype seperti itu sudah lama pudar. Sekarang, merajut menjadi tren tersendiri bagi kaum muda yang kebetulan mulai jatuh cinta dengan rajutan. Dengan ditandai tumbuh dan berkembangnya komunitas merajut di berbagai daerah di Indonesia.
Misalnya, komunitas merajut di kota-kota Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Bagi kaum yang awam dengan rajutan, melihat proses merajut sepertinya rumit dan melelahkan. Namun, begitu ada dorongan kuat untuk mencoba dan merasakan prosesnya, tidak jarang menjadi ketagihan untuk terus merajut
Ada perasaan sedikit penasaran tentang rajutan sudah cukup bagi seseorang untuk ikut menyimak serba-serbi dunia rajutan. Konon, kegiatan merajut ini pertama kali dilakukan oleh kaum pria di tanah Arab di Timur Tengah untuk membuat permadani yang diperdagangkan. Keterampilan merajut tersebut dari masa ke masa kemudian menyebar ke penjuru dunia, mulai dari Asia, Eropa, Amerika dan ketika Belanda menjajah Indonesia, keterampilan merajut juga secara tidak langsung dikenalkan dengan istilah hakken (merenda) dan breien (merajut). Seiring perjalanan waktu dari masa ke masa, kaum perempuan semakin banyak menggemari melebihi kaum pria.
|
kerajinan rajutan |
Dengan keterampilan tangan dan ketekunan kita pasti akan senang ketika berhasil membuat rajutan sesuai yang dikehendaki. Produk-produk yang biasanya dibikin rajutan, yaitu topi, kaus kaki, sarung tangan, sepatu bayi, baju, syal, tas, dompet, bros, baju hangat, selimut, dan lain lain. Selain bisa menghasilkan ketika menekuni hobi merajut ini, ternyata ada manfaat lain dari kegiatan merajut ini. Saat merajut, tanpa sadar, kita melatih fokus, kesabaran dan ketekunan sehingga menyehatkan pikiran dan membuat badan lebih terasa santai